Prahara PKS dan Garbi
*PRAHARA PKS dan BINTANG BARU GARBI*
*Prolog*
Konflik PKS mengalami eskalasi yang tajam pasca MS 2015.
MS 2015 dipanaskan dg “silent operation” dua kubu yang berseberangan, u.HA dan u.AM.
U.HA yg diasumsikan tidak lagi tampil, ternyata mencalonkan lagi sbg kandidat KMS.
AM diketahui banyak orang memang sebagai pihak yg “vokal” menyerukan pembaharuan. (arahnya adlh pergantian KMS)
Hasilnya u.HA demikian juga AM tersisih.
Formasi DPTP pun banyak diisi oleh org2 FKP struktural yg dulu sering berseberangan dg AM. Terbangunlah “koalisi” u.HA-KMS+DPTP vs AM.
Jika diasumsikan bahwa u. AM tdk puas dg hasil MS, maka asumsi yg sama juga berlaku terhadap u. HA
*Melacak akar konflik*
Munculnya kubu kubu saat MS tentu bukan kubu yg tiba-tiba muncul begitu saja.
Harus dilacak lebih jauh lagi ke tahun-tahun sebelum itu.
Konflik di PKS sdh ada sjk lama. Di tiap-tiap masa dengan tema, intensitas dan kompleksitas yang berbeda.
Intensitas dan kompleksitas konflik meningkat saat mihwar muasasi, salah satunya karena luasnya ruang ijtihad dan belum tersedianya manhaj. Ditambah lagi kapasitas kader tentang politik juga masih dlm proses belajar.
Budaya pks yang mengedepankan harmoni keseragaman menjadikan konflik cenderung tertutup dan ditekan.
Materi2 tarbiyahpun lebih kental nuansa indoktrinasinya dari pada dialektika gagasan.
Ada kajian tentang fiqh ikhtilaf, namun jalan yang ditempuh untuk menghindari ikhtilaf bukan dg mengelola perbedaan, tapi dengan menyeragamkan.
Pola inilah yang membuat pks tidak pernah menjadi dewasa dalam perbedaan.
Secara struktur keorganisasian, kedudukan KMS/MA menempati posisi yang sentral dan “paling berkuasa”. KMS scr pribadi berwenang mengangkat presiden, sekjen dan perangkat DPTP yg lain. Begitupun kendali terhadap sumberdaya/fundraising partai.
Mahar politik pilkada pilpres maupun fund rising di kementrian berada dalam kendali beliau.
_(pola organisasi seperti ini jamak kita temui di pesantren2 tradisional, kyai adalah imam secara kultural dan pusat komando secara fungsional organisasi. Tidak ada pemisahan harta Kyai dan aset pondok)_
Manifestasi konflik yang terasa adalah saat pilpres 2004. Saat u.HA cenderung pada Wiranto, sementara HNW sbg presiden cenderung pada Amin Rais. HNW mendorong untuk voting bhkan diulang, dan keputusan MS tetap pada Amin Rais. Saat itu u.HA membuat kebijakan MS tidak mengikat.
Pada 2007 muncul FKP dengan dua varian; FKP kultural yang memilih keluar dari PKS (DRS, Mhd, TZ), dan FKP struktural yang bertahan di PKS (u.Abri, MSI, Msl, Mbr, Rdwn, Fal).
Yang menarik adalah posisi u.HA dalam dinamika konflik. Beliau sengaja atau tdk melakukan pendekatan “manajemen konflik”. Selalu memilih presiden dari kubu konservatif dan Sekjen selalu AM yang progresif.
Mengapa AM?
1.Kapasitas fundrising AM
2.AM diakui piawai dalam “menerjemahkan” keinginan u.HA.
Dan dalam setiap konflik, u.HA cenderung berpihak pada AM.
*Awal Perpecahan*
Kondisi kemesraan u. HA dan u.AM itu berbalik pada tahun 2010.
AM yg dianggap “anak emas” u.HA ternyata mendorong gagasan transparansi dan modernisasi organisasi. Tentu ini "mengancam" hak2 istimewa u. HA.
Sementara itu, “pamor” AM semakin kuat dimata kader.
AM secara perlahan menjadi “matahari” baru PKS.
Upaya mendowngrade AM dimulai ditahun-tahun tersebut.
Membatasi ruang gerak AM termasuk sekedar panggung buat AM, bahkan foto2 AM dibaner resmi diminimalisir, meski secara formal AM adlh sekjen.
Tahun 2013 LHI ditangkap KPK, AM yg tdk bnyk terlibat dlm dinamika fundrising tahun tahun itu dituduh sbg brutus yg berkhianat.
Dlm situasi terkejut, tdk ada pengurus dptp yg siap menjadi nahkoda.
AM pun tampil. U.HA merestui dg syarat TR yg menjadi sekjen.
TR ternyata mndpt “tugas” untk “memantau” AM (pengakuan TR sendiri)
Disisi lain ada gerakan mendowngrade AM yg dilakukan oleh tim amny. Fitnah2 ttg AM mulai ditebar. “Menjegal” caleg pro AM dan mendorong caleg pro Lembang/u.HA.
_(Tim Amni adlh unit intelijen yg dibentuk u. HA diluar sepengetahuan struktur resmi. Bertindak dan brtgjwb hnya pd u. HA. Dilatih oleh agen2 intelijen senior BIN)_
*Pembersihan terhadap AM*
Pileg 2014 AM berhasil menyelamatkn PKS dari badai. Keberhasilan yang disambut suka cita oleh kader, dan memunculkan gagasan mendorong AM menjadi presiden. (gen AMPM muncul)
Tahun 2015 PKS menggelar Pemira untuk memilih anggota MS yg diwarnai kecurangan dalam bentuk pengkondisian nominator, penggiringan suara sampai penggelembungan suara yg diarahkan pada kandidat pro Lembang.
Pasca MS2015 yg membawa pada tersingkirnya u.HA dan u.AM, selama +- 2thn AM memilih off dari dinamika PKS. Sebaliknya pembersihan masif trhdp org2 yg terindikasi pro AM dilakukan.
FH dipecat dari semua jenjang keanggotaan per 1 April 2016. Uniknya surat pemecatan dibocorkan oleh SHW inteljen binaan Suripto.
FH melawan, kasuspun berlarut-larut. Proses pembersihan tidak berhenti.
2018, seiring dg proses loby2 pilkada, pembersihan loyalis AM menerpa jenjang DPTW.
Dokumen "Mewaspadai Gerakan Kudeta PKS" bocor (atau sengaja bocor). KMS dan HNW menyatakan dengan tegas, dokumen itu hoax.
Namun di lapangan, langkah- langkah struktur dg sangat jelas mengikuti skenario di dokumen trsbt. Bahkn tema2 taujihatpun persis mengikuti skenario dokumen tersebut.
*Bagian 2*
*Skisma-isasi (pembelahan) PKS*
15 Feb 2018 PKS mengumumkan 9 capres pks. Pasca penetapan resmi, AM langsung tancap gas. Gerakan AMPM dengan gagasan Arah Baru Indonesia (ABI) disambut masif kader dimana-mana. Deklarasi dukungan justru berhadapan dengan edaran pelarangan terhadap kader utk hadir di acara2 trsbt.
Dokumen inteljen “Mewaspadai Gerakan Kudeta PKS” menstigma AMPM dan ABI sebagai gerakan yg akan mengkudeta PKS.
Pemetaan kader kedalam kelompok Osan (org sana/pro AM) dan Osin (org sini/pro struktur), pada akhirnya berujung pada pembelahan kader.
Tajasus dilakukan masif oleh tim amny berhasil memporakporandakan bangunan ukhuwah. Curiga, saling mengintai menjadi iklim baru PKS.
Penggantian (pemecatan) pengurus DPW/DSW dan DPD semakin masif dengan cara-cara diluar logika AD/ART. Bahkan ada yang cukup dengan pesan di WA.
Pembersihan BCAD dilakukan dengan tanda tangan surat bodong (surat pernyataan mengundurkan diri dari aleg bertanggal kosong). Yg tidak tanda tangan, scr otomatis dihapus dari daftar BCAD.
Berikutnya, perombakan nuqoba/murabbi dilakukan dg cara-cara yg juga “extra manhaj”. Para asatidz, perintis2 dakwah di daerah yg terindikasi AM dibebastugaskan, diganti kader2 baru bahkan yg “bermasalah tarbawy” asalkn loyal ke struktur.
Tuduhan pembangkang bagi yg kritis atau mempertanyakan kebijakan struktur, dan tuduhan wala’ syakhsy pada mereka yang pro AM dan beragam tuduhan lain menyebar di medsos. (AM agen Yahudi, bai’at baru trhdp AM, para asatidz digelontor dana oleh AM, AM menggunakan sihir, AM korupsi uang partai, AM yg menjebloskan LHI ke penjara, AM minum wine, dsb) Arahnya bukan pd kebijakan AM, tapi pada character assasination
Launching 9 capres PKS berakhir antiklimaks, bahkan dianggap sekedar gimmick untuk menutupi ambisi sebenarnya dari qiyadah PKS yg menawarkan dirinya sendiri ke kubu Prabowo.
*Mengapa Garbi*
1. Garbi adalah awal jalan baru diujung kebuntuan ishlah.
Mencari titik temu gagasan bukan hal yang mudah, apalagi ada pihak ketiga yang sengaja membelah. Surat “ulama” agar ishlah, tak dibacakan di MS.
Menjelang Ramadhan KMS meminta AM agar “membujuk” FH mencabut gugatannya trhdp qiyadah. Lewat kuasa hukum, FH mencabut gugatan dg harapan rekonsiliasi segara terjadi. Akhir ramadhan BPDO membalas dg memanggil 5 org2 dekat AM. Berikutnya u.RM juga dilepas dari DSP.
Terakhir, upaya mediasi tgl 22 September, u.HA, KMS dan MSI tdk hadir, bahkan anggota DPTP yg mewakili juga tidak bersedia memasuki ruang mediasi.
Saat ishlah tidak mungkin lagi menemukan celah, maka konflik menjadi semakin tidak produktif dan hanya akan berujung kehancuran. Kebersamaan tidak mungkin membawa berkah, maka berpisahnya org2 shalih bukanlah aib yang harus dinafikan.
2. Secara keorganisasian, tanpa perubahan tata kelola yg progressif, PKS tdk mungkin lagi bisa berkembang dan menjalankan fungsi ishlahul hukumah dg gagah. Kasus2 yg menjerat LHI, berikutnya Nur Mahmudi, sdh menunggu pula disclimer laporan BPK atas menkominfo TS, demikian pula kasus Bank Jabar Syari’ah dan bandara Kertajati yg akan menyeret Aher. Plafon PKS tersandara dengan kasus2 qiyadahnya.
3. Perilaku organisasi yg semakin menyimpang dari Nidzam Asasi (AD/ART). Sejumlah formasi bidang tidak memenuhi syarat kepengurusan, kasus pemecatan tidak prosedural dsb. Setiap suara mengkritisi di cap tidak taat dan tidak tsiqah.
4. Sejumlah “fikrah” asing yg menyusup dalam pemahaman partai. PKS adalah jama’ah minal muslimin, tapi berperilaku seakan-akan jama’atul muslimin. Yang berbeda disebut pembangkang, yang keluar disamakan dg org kafir. Dalil2 konteks khilafah/Daulah diterapkan untuk menjustifikasi kelompok yang berbeda dan yg keluar dari partai sbg pembangkang dan dipersepsi sbg kafir.
5. Merasuknya tim amny dengan pendekatan intelijennya yang mempengaruhi kultur dan tata organisasi partai. Aturan main tak lagi diindahkan, suasana permusuhan diciptakan.
Organisasi yang demikian tidak mungkin membawa pada tujuan-tujuan dakwah. Jangankan ustadziatul alam, ishlahul hukumah tidak efektif, irsyadul mujtama’ hanya menjadi mimpi, bagaimana melakukan irsyad dan ishlah semntara internal sendiri terkoyak.
(HS)